Sabtu, 01 Oktober 2011

Mereka Anggap Saya Gila ! (Part 1



Oleh : Sucia Aprisah
            Setapak demi setapak ku lewati jalanan di sudut kota tua Jakarta. Jalanan tetap ramai meskipun hujan yang sejak siang hari tadi terus mengguyuri. Mobil-mobil mewah berlalu-lalang dengan kecepatan tinggi yang tak jarang menyiprati pejalan kaki yang kebetulan lewat. Lampu jalanan yang biasanya dinyalakan pada malam hari nampaknya sudah terang benderang disore hari. Terlihat dari kejauhan sebuah rumah tua yang tak asing lagi bagiku. Yaa.. sebuah rumah dengan ukuran minimalis serta terbuat dari batu bara yang bila dilihat dari kejauhan, warnanya seperti batu bara yang terbakar. Dihiasi dengan pohon beringin yang berusia ratusan tahun, bekas pemilik rumah lama. Rumah inilah yang dalam kurun waktu 17 tahun terakhir menjadi tempat bernaung bagi aku dan mama. Sedikit menyeramkan memang. Namun barangkali inilah satu-satunya peninggalan dari papa yang masih tersisa setelah kejadian 2 tahun silam merenggut nyawanya.
            “Mereka datang lagi !” ucap Mama memecah lamunan.
“Kali ini, jawaban apa yang mama berikan pada mereka ?” balasku sambil menatap mama penuh arti.
“Menunggumu pulang” Jawab mama pasrah.
            Aku benar-benar dilanda kebingungan.  Apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan uang dengan jumlah yang cukup besar untukku, untuk seorang anak laki-laki berusia 17 tahun sepertiku? Sementara mama dengan kondisi fisiknya yang kurang mendukung sudah tak sanggup lagi untuk bekerja sehari semalam menjadi budak bagi orang-orang kaya. Ia sudah trauma disiksa terus-menerus. Tak jarang ku lihat luka memar di wajahnya. Tidak ! Tidak hanya di wajah, bahkan sekujur tubuhnya juga membiru. Dengan alasan tak mau memperpanjang masalah, mama menolak untuk mengusut tindakan kriminal  yang dilakukan oleh majikannya itu dan memilih untuk berhenti bekerja.
Sebelum kematiannya, Papa meminjam uang dengan nominal Rp10.000.00,00 pada salah satu bank pemerintah. Rencananya, uang tersebut akan digunakan untuk membuka usaha meubel. Ia terbunuh saat dalam perjalanan menuju rumah sekembali dari meminjam uang di bank. Papa tewas di tempat sementara uangnya raib diambil orang. Aku bersumpah untuk membalas dendam kepada orang yang membunuh papaku, yang dalam waktu sekejap juga mengubah kehidupanku seratus delapan puluh derajat.
Pekerjaan paruh waktuku sebagai cleaning service di salah satu penginapan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami. Lantas darimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu ? belum lagi untuk membeli kebutuhan sekolahku, uang tagihan listrik, juga untuk kebutuhan mendadak lainnya. Tetapi dari semua itu, hal yang sedikit membuatku lega adalah karena aku merupakan salah satu siswa pilihan yang mengikuti program beasiswa. Untuk urusan administrasi sekolah, tampaknya aku sudah tidak perlu berpusing-pusing lagi.
***
“ Kau gila Imron…. !” celetuk salah satu temanku.
“ Gila ? apanya yang gila ? bukankah tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini ?” balasku dengan nada yang sedikit dipertinggi.
“Harusnya kau tahu.. kita tidak akan pernah bisa untuk menentang kuasa-Nya” Jelas Fikri
“Ya.. saya tahu itu. Tetapi bukan maksudku untuk menentang kuasa-Nya. Hanya saja aku ingin menciptakan sebuah benda yang bermanfaat bagi orang lain dan juga untuk diriku sendiri” Sahutku panjang lebar.
“Bermanfaat katamu ? saya yakin.. akan ada banyak orang yang menentang idemu itu. Belum lagi mereka yang tidak percaya dan secara otomatis akan mencemoohmu. Saya juga mengerti kamu adalah salah satu siswa yang terpandai di SMA ini. Tapi untuk menciptakan sebuah mesin waktu, saya tidak yakin kamu bisa” Timpal Fikri yang sepertinya kurang mendukung terobosan yang akan dibuat Imron.
            Mungkin untuk saat ini aku belum bisa menciptakan benda itu. Tapi suatu saat akan kubuktikan pada mereka bahwa aku juga bisa menjadi seseorang yang membanggakan Indonesia ini. Menjadi satu-satunya orang Indonesia yang menciptakan teknologi mitakhir di abad 20. Serta menjadi orang Indonesia pertama yang namanya akan dibukukan sejajar dengan Tokoh-tokoh seperti Alber Einstein, Isaac Newton, Galileo Galilei dan tokoh-tokoh brilian lainnya. Dan yang terpenting dari semua itu adalah, aku bisa mendapatkan royalti yang akan ku gunakan untuk membayar hutang papa. Aku juga bisa mengetahui orang yang telah membunuh Papa dengan mesin waktu yang kuciptakan. Akan ku berikan sesuatu yang setimpal untuknya. Ya… pasti. Suatu hari nanti.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;