Sabtu, 24 September 2011

Cerita Rini


Cerita Rini
Sucia Aprisah

Rini tertegun saat melihat indahnya suasana pada malam itu. Ia bertengger di atas jendela sambil memandang bintang-bintang bertaburan di mana-mana dan tak hentinya memancarkan cahaya agung nan indah. Sementara bulan dengan sinar terangnya tak mau kalah menemani malam Rini yang begitu sempurna. Tak lupa ia juga mendendangkan lagu Secondhand Serenade kesukaanya sambil ditemani dengan segelas capuccino hangat. Nampaknya, Rini benar-benar menikmati suasana yang sudah jarang dimilikinya seperti malam itu.
Terdengar curahan hati Rini bernada lirih kepada bulan dan bintang yang menemaninya di malam itu.
“ Bintang dan bulanku kembali bersinar. Sudah lama aku tak menikmati suasana seperti ini. Apakah kalian merindukanku ? ku harap ia. Karena aku pun juga sangat merindukan kalian. Berbulan-bulan lamanya aku dikurung di tempat yang menjijikan itu. Ditemani dengan senyum palsu suster-suster yang tiap pagi selalu memaksaku untuk menyantap makanan yang memuakkan itu. Sama sekali tidak ada rasanya. Hambar. Seperti hari-hariku dua bulan terakhir ini. Ditambah aku harus menjalani perawatan ini itu yang semuanya cukup menguras budget kedua orang tuaku.“
     “ Bintang… andai aku diciptakan untuk menjadi dirimu yang senantiasa menerangi malam-malam manusia malang sepertiku, aku berjanji tidak akan pernah bersembunyi dibalik gelapnya malam dan lebatnya hujan yang turun. Tak peduli meski aku harus menentang kuasa Tuhan. Aku akan setia menerangi gelapnya malam orang-orang kesepian.”
     “ Dan bulan.. jika aku adalah kau, aku akan menjadi bulan yang sinarnya tak kan mampu dikalahkan oleh sejuta bintang di langit sekalipun. Aku akan menjadi sesosok bulan yang selalu dinantikan kehadirannya oleh setiap makhluk kesepian. Aku juga akan menjadi bulan yang akan menjadi inspirasi bagi penyair-penyair cinta karena keagungan sinarku yang menjadi simbol keberlangsungan cinta mereka.”
     “ Bulan… Bintang….Aku merasa hidup ini tidak adil. Mengapa harus aku yang menderita penyakit ini ? Padahal aku juga ingin menikmati indahnya karya Sang Pencipta. Menikmati suasana rumah yang selalu dirindukan. Juga menikmati indahnya kisah cinta monyet di sekolah. Arrgghhhh….. haruskah aku bertahan dengan semua ketidakadilan ini ? aku merasa menjadi seorang pecundang yang tak bisa melakukan apapun. Ya… seorang pecundang besar ! ”
***
     Tak pernah terlintas sedikitpun di benak Rini ia akan  mengidap penyakit kronis seperti itu. Penyakit kanker stadium akhir yang dideritanya memengaruhi psikologi gadis berusia 16 tahun ini. Ia merasa tak ada gunanya lagi untuk hidup. Ia berpikir bahwa kehadirannya hanya menjadi beban bagi kedua orang tuanya saja. Terutama beban materil. Meskipun ia menyadari bahwa ia berasal dari keluarga yang tergolong berada. Ia semakin tertekan saat dokter memvonis bahwa umurnya hanya tinggal beberapa bulan lagi. Satu-satunya alasan ia bertahan hidup sampai saat ini adalah karena dua bulan lagi ia akan menginjak usia 17 tahun. Usia yang bagi beberapa orang merupakan usia peralihan menuju kedewasaan. Di usia ini, seseorang bisa mendapatkan Kartu Penduduk dan Surat Izin Mengemudi. Tidak heran, bagi sebagian besar orang, mereka akan merayakan ulang tahunnya yang ke 17.
     Rini hanya ingin memberikan kesan-kesan terakhir dengan orang-orang terdekatnya saja. Dengan merayakan ulang tahunnya itu, Rini berharap jika kelak ia benar-benar harus meninggalkan dunia ini, ia akan dikenang sebagai Rini yang kuat. Bukan sebagai Rini yang rapuh yang hanya bisa menunggu waktu yang tepat untuk meninggalkan orang-orang terdekatnya dalam keabadian.
     Waktu dua bulan terasa cukup lama baginya. Beruntung ia memiliki Ibu yang begitu peduli padanya. Seakan Ibunya juga merasakan kesepian yang dirasakan Rini, ia menghadiahkan novel berjudul Pelangi Melbourne. Sebuah novel yang mengisahkan tentang pertemuan dua insan yang berbeda latarbelakang budaya dan kepercayaan yang pada akhirnya menyatukan mereka dalam indahnya toleransi di antara keduanya. Novel ini juga menceritakan indahnya kota Melbourne sebagai salah satu kota modern yang sangat menghargai adanya multikulturalisme. Rini membayangkan jika ia berada di kota Melbourne. Berada di tengah-tengah orang yang mampu menerima keadaan Rini juga menghargai Rini sebagai manusia dengan berbagai potensi yang ia miliki. “ Ahh… andai negaraku seperti kota Melbourne ” Gumam Rini dalam hati.
     Rini sebenarnya tidak sadar bahwa sejak tadi orang tuanya memerhatikan aktivitas Rini di ruang tamu. Mereka juga mendengar keinginan Rini untuk bisa mengunjungi salah satu kota di negeri kangguru itu. Terbesit dalam pikiran orang tua Rini untuk mewujudkan keinginan anak semata wayang mereka tersebut.
***
     Dua bulan pun berlalu. Besok Rini akan merayakan ulang tahunnya yang ke 17. Undangan telah disebarkan kepada seluruh teman-temannya baik yang di sekolah, di bimbel maupun teman satu kompleksnya. Ia juga tak lupa mengundang Dina, teman seperjuangannya melawan penyakit. Bedanya, Dina menderita penyakit yang tidak terlalu parah dibanding penyakit yang diderita Rini, yaitu DBD.
     Tepat jam 12 malam, kedua orang tua Rini memberikan sureprise kecil sebagai awal dari perayaan ulang tahunnya hari itu. Mereka sengaja membangunkan Rini hanya untuk memberikan kue Brownies kesukaan Rini. Rini benar-benar merasa senang saat kedua orang tuanya memberikan hadiah teristimewa malam itu. Baginya, kekompakkan antara kedua orang tuanya merupakan salah satu hadiah terindah dalam hidupnya. Maklum, belakangan kedua orang tuanya sering berselisih paham sehingga membuat Rini sedikit tertekan meskipun berada di rumahnya sendiri. Ia juga tak lupa untuk make a wish. Ia berharap “ Ya Tuhaan… berilah aku umur yang panjang agar bisa menyaksikan senyum bahagia dari kedua orang tuaku lebih lama lagi… ”.
     Perhelatan pesta ulang tahun Rini hari itu pun dimulai. Teman-teman Rini satu persatu mulai berdatangan. Banyak diantara mereka yang membawa kado dengan ukuran besar untuk Rini. Namun sedari tadi, Rini terlihat gelisah. Ia seperti sedang menunggu seseorang yang begitu berarti untuknya. Ya… ia sedang menunggu Dina. Temannya saat di rumah sakit. Terbayang dalam benak Rini sosok wanita cantik yang tetap tegar walau menderita penyakit DBD. Dina adalah salah satu teman terbaiknya. Ia selalu memberi motivasi untuk Rini agar tetap tegar dalam menjalani hidup. Hari-hari yang ia lalui bersama Dina terasa begitu berarti menjelang dipenghujung waktunya. Sebelumnya, ia belum pernah mendapatkan teman yang begitu tulus yang menerima Rini apa adanya. Bagi Rini, sebagian besar teman-temannya hanya ingin memanfaatkan kekayaan Rini saja.
     Nampak dari kejauhan sosok wanita bertubuh mungil dengan memakai dress berwarna biru muda berjalan menuju Rini. Rini merasa sangat gembira karena teman yang sejak tadi ditunggunya itu akhirnya datang juga. Mereka mulai bercerita mengenai pengalaman mereka masing-masing saat keluar dari rumah sakit. Dina yang diketahuinya telah lebih dulu sembuh dari pada Rini, merasa  sangat senang atas kesembuhan temannya itu.
     Tiba saatnya acara puncak yaitu peniupan lilin. Dengan dinyanyikan lagu selamat ulang tahun, Rini mulai meniup lilin dengan penuh energi. Akan tetapi, betapa terkejutnya orang-orang yang ada di sana. Pasalnya Rini mendadak jatuh pingsan tak sadarkan diri. Sesorang mencoba membangunkan Rini namun tak ada tanda-tanda  kehidupan di sana. Ya.. Rini pergi disaat hari ulang tahunnya itu. Hadiah yang hendak diberikan oleh kedua orang tuanya yaitu tiket menuju kota Melbourne kini sia-sia. Sosok Rini yang begitu energik di mata teman-temannya kini tinggal kenangan. Dina yang sejak tadi hanya mampu berdiam diri, kini mulai mengeluarakan air mata. Meskipun drmikian, ia yakin bahwa Rini akan bahagia di alam sana.
     Hidup adalah tentang bagaimana kita mampu melewati hidup itu sendiri. Sekeras apapun batu yang hendak menghambat jangan dijadikan sebagai alasan untuk berhenti dan menyerah dalam menyelami lautan mimpi. Jadilah orang yang dikenang dengan keoptimisannya. Jangan menjadi orang yang dikenang dengan kepesimisannya. Karena meski waktu hendak menghentikan keberadaan kita di bumi, waktu jua lah yang akan mengabadikan kita sebagai sosok yang dikenang di hati orang-orang terkasih.
***

0 komentar:

Posting Komentar

 
;